Kali pertama di Indonesia hadir sebuah ajang kompetisi membuat board game bertajuk Board Game Challenge (BGC), hasil kerjasama Harian KOMPAS...
Kali pertama di Indonesia hadir sebuah ajang kompetisi membuat board game bertajuk Board Game Challenge (BGC), hasil kerjasama Harian KOMPAS dan Kummara . Kemarin (6/3), tim BGC menunjungi Yogyakarta sebagai kota yang menjadi sasaran pertama BGC. Disetiap kota BGC akan digelar selama tiga hari.
Hari pertama BGC di Yogyakarta bisa dibilang sangat mengejutkan, lebih dari 70 peserta yang terdaftar sangat antusias mengikuti BGC. Hari pertama digunakan untuk sesi mengenal lebih dalam apa itu board game dan mengapa penting membuat board game. Disalah satu workshop, Eko Nugroho selaku CEO dan Lead Designer dari Kummara mengemukakan tiga tantangan terbesar yang hingga saat ini masih menghantui industri game di Indonesia. Berikut paparannya :
Mas Eko juga percaya bahwa sebenarnya game bisa menjadi sebuah solusi. Solusi karena game memiliki nilai lebih. Game sendiri juga bisa digunakan sebagai media atau alat bantu untuk kegiatan belajar-mengajar disekolah. Banyak permainan yang bisa membantu pemain menjadi mahir dalam berhitung, menjadi lebih mudah memahami sejarah dan masih banyak lagi contoh kalau masyarakat benar-benar bisa menggali potensi positif dari sebuah permainan (dalam bentuk apapun).
Bagaimana menurut teman-teman? Game juga punya nilai positif juga kan?
Hari pertama BGC di Yogyakarta bisa dibilang sangat mengejutkan, lebih dari 70 peserta yang terdaftar sangat antusias mengikuti BGC. Hari pertama digunakan untuk sesi mengenal lebih dalam apa itu board game dan mengapa penting membuat board game. Disalah satu workshop, Eko Nugroho selaku CEO dan Lead Designer dari Kummara mengemukakan tiga tantangan terbesar yang hingga saat ini masih menghantui industri game di Indonesia. Berikut paparannya :
1. Persepsi
Persepsi menjadi tantangan yang pertama dan menjadi yang paling berat. Mayortias masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa game memiliki dampak negatif.2. Pengetahuan
Persepsi diatas kemudian membuat masyarakat seakan memiliki pengetahuan bahwa game tidak akan bisa memberikan kontribusi apapun untuk memajukan negara atau tidak bisa merubah keadaan.3. Believe
Imbasnya lagi, karena masyakarat memiliki pandangan bahwa game itu buruk, mereka kemudian seakan menyatakan tidak akan mau bermain game. Untuk apa buang-buang waktu untuk sesuatu yang negatif. Beberapa orang tua yang sudah mengidap persepsi tersebut malah melarang anaknya untuk bermain game. Bukankah bermain itu adalah hak setiap anak?Mas Eko juga percaya bahwa sebenarnya game bisa menjadi sebuah solusi. Solusi karena game memiliki nilai lebih. Game sendiri juga bisa digunakan sebagai media atau alat bantu untuk kegiatan belajar-mengajar disekolah. Banyak permainan yang bisa membantu pemain menjadi mahir dalam berhitung, menjadi lebih mudah memahami sejarah dan masih banyak lagi contoh kalau masyarakat benar-benar bisa menggali potensi positif dari sebuah permainan (dalam bentuk apapun).
Bagaimana menurut teman-teman? Game juga punya nilai positif juga kan?
COMMENTS